Ketika Lidah BersyukurBersyukur berarti bertahmid atas rahmat Allah Swt. Lisan lah yang melakukannya. Kenapa lidah harus memanjatkan puja-puji pada Allah ? Tidaklah cukup dengan hati saja ? Syukur akan lebih sempurna jika dituturkan dengan tulus. Coba bayangkan ketika ada seseorang yang memberi kita dengan tulus. Cukupkah hanya berterima kasih dalam hati, lalu menyelosor pergi, tentu tidak. Bertuturlah syukran jazilah atau terima kasih banyak. Karena ucapan ini menyenangkan hati orang memberi dan menenangkan hati, kita yang diberi. Begitu juga dasarnya, kenapa manusia selalu dianjurkan memuji Allah. Karena pujian, dengan membaca alhamdulillah adalah ungkapan terima kasih mendalam pada Allah atas segala nikmat dan anugerah yang diturunkanNya pada manusia. Pantaslah, bahkan sangat pantas jika kita senantiasa bersyukur, dengan lisan pada Allah.
Lisan yang bersyukur, selalu memuji Allah Swt ketika mendapatkan anugerah. Dan ketika mendapatkan kepedihan, selalu mengatakan alhamdulillah dan dilengkapi dengan ungkapan yang tulus innalillahi wa innailaihi raji’un. Ini adalah ungkapan yang mengembalikan segala persoalan pada kehendak dan pengetahuan terbaik yang dinikmati Tuhan.
Melatih lisan untuk senantiasa bersyukur, ini sama kualitasnya melatih tubuh yang lain untuk memuji Allah Swt. Karena, persis yang dikatakan Al-Ghazali tubuh tidak berbuat, melainkan atas dorongan lisan yabg berkata. Sementara perkataan adalah ekspresi utuh dari hati. Jadi tatkala lisan bersyukur memuji Allah, artinya hati tengah larut dalam syukur yang hebat.
Tidaklah kita sering membaca, dan terkadang menghayati betapa banyak ayat Alquran yang menganjurkan hambanya bersyukur dengan lisan. Dengan apa ? tak lain adalah dengan zikrullah atau mengingat Allah Swt dengan lafal-lafal pujian, baik alhamdulillah maupun subhanallah. Rasa syukur yang diucapkan dengan lidah mendorong lahirnya perbuatan-perbuatan nyata sebagai ekspresi terima kasih pada Allah Swt.
Sering bersyukur dengan lidah, membuat diri senantiasa berzikir dan memuji Allah Swt. Ini adalah ekspresi keimanan kita. percayalah, Allah Swt dan Para Malaikatnya akan mendengan zikir hamba-hambanya yang dijadikan sebagai luapan rasa syukur, dengan tulus. Maka pada kondisi inii, Allah Swt akan turunkan ketenangan pada kita, kedamaian akan menyelimuti hati. Keluh kesah akan buyar, bagaikan buyarnya asap dihantam angin, tak berbekas. Gelisah akan redup, bagaikan redupnya cahaya teplok, karena kehabisan minyak. Demikianlah umpama dati kesyukuran yang mendatangkan ketenangan, kedamaian, dan keindahan hati.
Tidak hanya manusia, batu, gunung, sungai, burung, rerumputan, ikut memanjatkan syukur pada Allah Swt, dengan bahasa masing-masing dan hanya Allah Swt yang paham dengan bahasa mereka. Lalu kenapa manusia tidak bersyukur? Bukankah nikmat dan anugerah terbesar telah diturunkan oleh Allah Swt pada manusia? Tak lain, jawabanya adalah hati yang sakit. Inilah yang menghambat manusia untuk bersyukur. Ketika hati didera oleh sakit, lalu buta. Maka lidah-pun keluh untuk memuji Allah Swt. Bahkan pikiran-pun telah mandul, tak lagi mampu memaknai dan mendorong pembacaan ke dalam diri atas segala rahmat dan anugerah Allah Swt. Dan marilah kita, sama-sama berlindung dari hal ini.