Alkisah Meminta Restu Orang Tua
Seorang kiyai yang terkenal karomahnya ingin berangkat ke Makkah. Sebelum pergi, ia meminta restu kepada ibunya yang ketika itu sedang sakit, “ibu, izinkan aku pergi ke tanah suci”.
“Anakku, ibu ini di rumah hanya tinggal denganmu. Kalau kau pergi, lalu dengan siapa ibu akan tinggal di sini?”
“Tetapi aku sangat ingin sekali ketanah suci, Bu, “katanya memaksa.
“Jangan nak,” kata ibunya yang tetap tidak mau melepaskannya pergi.
“Baiklah, aku yakin, bagaimanapun juga akhirnya ibu tetap mengizinkan aku untuk pergi”. Lalu ia pun pergi tanpa restu dari ibunya.
Melihat anaknya tetap melangkah pergi, ibunya serta-merta menyusul dari belakang. Namun, apa daya karena fisiknya sudah lemah dan ia juga sedang sakit, ia tidak mampu menyusul kepergian anaknya itu. Ia hanya berdoa, “ Ya Allah, engkau telah menyaksikan anakku pergi tanpa adanya restu dariku. Ia telah membakar diriku dengan api perpisahan. Tolonglah, peringatkanlah ia agar bisa kembali kepadaku”.
Sementara itu sang anak tersebut terus pergi tanpa menghiraukan ratapan ibunya. Baginya tanah suci lebih penting daripada ibunya. Sesampainya di Kota Madinah, ia masuk masjid dan melakukan shalat.di luar masjid ada banyak orang yang sedang mengejar seorang maling. Maling itu berlari dan bersembunyi di dekat masjid. Mereka terus mengejarnya dan masuk masjid. Yang mereka dapatkan di dalam masjis itu adalah seorang kiyai yang sedang beribadah dengan kusyuknya. Mereka menyangka bahwa maling itu masuk masjid dan berpura-pura shalat malam. Wali kota disana menyaksikan peristiwa itu. Lalu ia menyuruh orang-orang memotong kedua tangannya dan kedua kaki kyai itu serta mencukil kedua bola matanya. Mereka pun melaksanakannya. Setelah selesai mereka berkata, “Nah, rasakan. Ini balasan buat maling seperti kamu”.
Kyai itu segera teringat ibunya. Lalu ia berkata, “jangan katakan aku ini adalah seorang maling. Katakanlah bahwa aku ini adalah seorang anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya. Aku berniat thawaf, namun ibuku tidak merestuiku. Dan inilah akibatnya”.
Mendengar ucapan kyai itu, mereka segera memperhatikan wajahnya orang yang telah mereka buat buntung kaki dan tangannya serta mereka congkel kedua bola matanya. Setelah mereka tahu bahwa orang itu adalah seorang kyai yang tekenal kearifannya, mereka menangis sejadi-jadinya karena menyesal telah menghukum orang yang tidak bersalah. “Tolong kembalikan aku kepada ibuku di daerah sana”. Mereka pun mengembalikan kyai itu kerumah ibunya.
Sementara itu, ibu kyai itu berdoa, “ ya Allah, kalau memang Engkau telah memperingatkan anakku, tolong kembalikan ia kepadaku agar aku bisa melihatnya”.
Tidak lama kemudian, di depan pintu sebuah rumah kyai itu berkata, “Aku adalah seorang musyafir, tolonglah beri aku makan. Aku lapar”.
“Datanglah ke muka pintu”.
“Aku tidak punya kaki untuk berjalan”.
“Ulurkan tanganmu”.
“Aku tidak mempunyai tangan”.
Kalau aku memberi makan kepadamu maka terjadi keharaman antara aku dengan kamu”.
“Tidak perlu takut. Aku sudah tidak mempunyai mata untuk melihat”.
Ketika kyai itu bertemu dengan ibunya, ia segera meletakkan wajahnya di telapak kaki sang ibu. “ Ibu, aku anakmu yang berdosa”.
Melihat kenyataan itu mereka menangis bersama. “ya Allah, Engkau telah memperlihatkan kejadian ini kepada kami. Tolong cabut ruh kami berdua sehingga tidak seorang pun mengetahui noda hitam yang ada pada wajah kami”. Belum lagi ia selesai berdoa, Allah telah mencabut ruh mereka berdua.
Demikianlah, seorang yang hendak ke tanah suci pun jika tanpa restu orang tua bukannya mendapat keberuntungan yang berlipat ganda, teetapi malah mendapat kemalangan yang bertubi-tubi.
--------------------------Resep Masakan Rumahan
Syafa Aulia Rahmah
Info Warga Jateng
Mancing Gayeng
Yuni Almus
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.