Ayam-pun Ber’puasa’
Bertafakkurlah tentang ciptaan-Nya, dan jangan fikirkan tentang dzat-Nya
Demi kelangsungan hidup generasi selanjutnya, seekor ayam harus berjuang
menahan segala keinginan dengan ber’puasa’ selama 21 hari lamanya. Demi
kesempurnaan fase dan peningkatan ‘mutu’ kehidupan selanjutnya, sekor ulat
harus bergulat melawan nafsu dengan menjalankan ritual ‘puasa’ – yang dalam
komunitasnya disebut sebagai tahap metamorfosis – untuk kemudian menjadi seekor
kupu-kupu.
Ternyata, ibadah ‘puasa’ merupakan sunnatullah yang menjadi fitrah makhluk
hidup untuk dilakoni, dengan perjuangan dan pergulatan spiritual tersebut
makhluk hidup mampu membuka peluang untuk mencapai tingkatan ‘derajad’ yang
lebih tinggi. Melalui usahanya melawan sang nafsu, suatu makhluq punya
kesempatan untuk tahu akan hakikat hidup yang harus dituju.
Mungkin dalam satu hal seorang manusia terkalahkan oleh seekor ayam. Bayangkan
saja, mana ada seekor ayam yang menjalani ‘puasa’nya kemudian berharap mendapat
pahala. Mana mungkin seekor ayam yang mengerami telurnya berharap menerima
ridho-Nya. Bila saja kita bisa menyelami lebih dalam alam mereka, bila saja
kita diijinkan punya kesempatan bisa bersatu dalam komunitasnya maka kita akan
takjub pada ketulusan dan keikhlasan mereka dalam mengerami telu-telurnya. Tak
ada keluh kesah dan ratapan dalam menjalani kudratnya, tak kita jumpai
penyesalan dan kemarahan manakala ada beberapa telur yang gagal mengalami
penetasan.
Dan kita… ?, masihkah ada rasa tulus dalam menjalankan puasa Ramadhan. Masihkah
perlu memenuhi nafsu dengan berjuta pamrih, harapan dan keinginan dalam
menjalankan suatu kewajiban. Haruskah ada keluhan dan rasa bosan dalam berjuang
melawan hati yang gersang. Belum cukupkah ibroh yang diturunkan Allah Azza
Wajalla untuk mengingatkan kita betapa memalukannya seorang manusia bila
menjalankan ibadah hanya untuk mengejar pahala.
Namun terkadang ambisi kita malah menuntut macam-macam, dengan do’a yang berada
jauh di luar jangkauan kemampuan. Dan bisa jadi kita menganggap hal tersebut
sebagai imbalan atas ibadah yang kita lakukan. Padahal – dalam pandangan seekor
ayam – ‘ibadah’ itu hanyalah sebuah fardhu seorang hamba terhadap Kholiqnya.
Puasa Ramadhan kita hanyalah sebuah kewajiban yang tak pantas mengaharapkan
ganjaran. Tadarus, Tarawih, I’tikaf, dan Zakat yang kita kerjakan jangan
dianggap sebagai suatu kebaikan atau perbuatan mulia, ia hanyalah bentuk
perjuangan kita dalam menuju tingkatan fase kehidupan selanjutnya. (samaranji)
--------------------------
Syafa Aulia Rahmah
Info Warga Jateng
Mancing Gayeng
Yuni Almus
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.